Alhamdulillah, di pendakian kedua akhirnya kami bisa melihat permukaan Tiwu Ata Polo, Tiwu Nua Muri Koo Fai dan Tiwu Ata Mbupu. Dalam bahasa setempat Tiwu artinya danau. Kaki pegal dan pinggang rasa mau patah terbayar dengan suguhan spektakuler 3 danau yang gambarnya pernah muncul di uang lima ribuan cetakan lama. Kalau di uang tersebut warna danau adalah merah, biru toska dan hitam, sekarang Tiwu Ata Polo (memiliki luas 4 hektar dengan kedalaman 64 meter, status aktif) yang dulu berwarna merah menjadi berwarna biru toska, mirip dengan warna Tiwu Nuamuri Koofai (memiliki luas 5,5 hektar dengan kedalaman 127 meter, status sangat aktif) yang letaknya saling bersebelahan. Sementara Tiwu Ata Mbupu (memiliki luas 4,5 hektar dengan kedalaman 67 meter, status kurang aktif) berwarna hijau tua kehitaman. Tak apalah tidak menikmati matahari terbit di puncak Kelimutu, yang penting mimpi melihat 3 danau yang sebenarnya adalah kawah itu menjadi kenyataan.
Masyarakat setempat percaya bahwa Tiwu Nua Muri Koo Fai adalah tempat bersemayam arwah orang muda yang sudah meninggal dunia, Tiwu Ata Polo dalah tempat tempat bersemayam arwah orang yang sudah meninggal dunia tetapi selama hidup dia melakukan kehajatan/ tenung dan Tiwu Ata Mbupu adalah tempat bersemayam arwah orang-orang tua yang sudah meninggal dunia.
Puas bernarsis ria mengagumi 3 danau cantik ini kami bergegas kembali ke hotel karena kami harus melanjutkan perjalanan menuju Bajawa yang merupakan ibukota Kabupaten Ngada. Perjalanan Moni-Bajawa ditempuh selama 6 jam. Seharusnya kami mampir ke Pantai Batu Hijau, tapi karena ketika melewati pantai itu hari sudah gelap, akhirnya tidak jadi. Kami tiba Bajawa sekitar pukul 9 malam dan menginap di Hotel Bintang Wisata, Bajawa.
Salam,