Tentang Stay At Home Dad/ Working At Home Dad

Stay At Home Mother (SAHM) sih sudah biasa. Kalo Stay At Home Dad (SAHD) atau Working At Home Dad (WAHD)? Itu luar biasa 😀
PhotoGrid_1441878535282

PhotoGrid_1441878592757

PhotoGrid_1441878812377PhotoGrid_1441878940333

Istilah SAHM alias ibu yang nggak bekerja di luar rumah sudah umum dikenal orang. Tapi kalo SAHD/ WAHD? Mungkin nggak banyak orang tau. Terinspirasi dari tulisan di blog ini yang mengulas tentang SAHD saya mau sharing tentang pengalaman bersuamikan seorang SAHD/ WAHD. Di Indonesia mungkin suami yang menjalani peran sebagai SAHD/ WAHD bisa dibilang nggak umum a.k.a langka. Sekian dari yang langka itu adalah suami saya alias ayahnya Ziva *kecup ayah :*


Dari dulu sebelum menikah, saya sudah bekerja di Cikarang, sedangkan suami adalah pekerja lepas di bidang IT di Bandung. Saat ini suami masih bekerja sama dengan kantor yang di Bandung dan baru beberapa bulan bekerja sama dengan sebuah kantor IT di Tangerang. Tapi karena statusnya freelance, suami nggak perlu setiap hari ke dua lokasi tersebut. Pekerjaan bisa dikerjakan dari rumah. Oleh karena itu setelah menikah, suami pindah ke Cikarang mengikuti saya supaya kami bisa tinggal bersama.

Awal-awal tinggal serumah sih kami belum punya ART. Jadi kerjaan rumah tangga seperti cuci pakaian, cuci piring, menyapu plus mengepel lantai, setrika pakaian masih dikerjakan sendiri oleh kami. Bagi-bagi kerjaan gitu lah. Tapi hal itu nggak berlangsung lama. Apalagi nggak lama setelah menikah saya hamil. Kalau untuk pekerjaan rumah tangga yang lain kami masih OK dikerjain bareng-bareng, tapi kalau menyetrika pakaian kami kibar bendera putih deh *LOL*. Akhirnya setelah tanya-tanya tetangga dapatlah si bibik yang datang seminggu 3 kali untuk beres-beres, cuci piring dan menyetrika.

Rutinitas setiap hari ya saya berangkat kerja jam 8 (kadang lebih), pulang dari kantor jam setengah 6 sore (kadang lebih juga). Sementara suami ya di rumah. Mengerjakan pekerjaannya dari rumah. Kadang suami tugas ke Bandung. Malah saat saya masih hamil Ziva, saya ditinggal suami tugas ke Merauke selama 2 minggu. Waktu Ziva belum genap 3 bulan, suami pernah juga tugas ke Kebumen. Untungnya waktu itu saya masih cuti melahirkan di rumah orang tua saya di Bandung.

Menjelang cuti melahirkan habis, saya, suami dan Ziva balik ke Cikarang. Rutinitas setelah ada Ziva pastinya berubah banget. Bangun pagi, sholat subuh terus pumping. Sebelum saya berangkat kerja, saya nenenin Ziva dulu. Di kantor saya harus menyempatkan waktu untuk pumping. Sampai rumah sebelum tidur, saya mencuci dot, botol kaca, dan breastpump beserta perintilannya, terus menyempatkan diri untuk pumping kalau lagi nggak males 😀

Nah saat Ziva sudah berusia 6 bulan, peralatannya yang tadinya hanya sebatas dot, botol kaca dan breastpump bertambah dong secara kan Ziva sudah mulai makan. Mulai dari blender, grinder, kukusan, pisau, talenan, peralatan makan dan minum, dll. Mulailah saya keteteran. Akhirnya si bibik didaulat untuk datang setiap hari Senin sampai Sabtu kerja 1 sampai 2 jam di rumah dengan job deskripsinya cuci piring, setrika pakaian, beberes, nyapu dan pel. Sedangkan mencuci pakaian masih dikerjakan gotong royong saya dan suami.

Sempat ada sih orang untuk jagain Ziva kalau saya kerja waktu Ziva umur 4 bulan. Tapi hanya bertahan 1 bulan. Sejak itu sampai Ziva umur 11 bulan kami nggak pake pengasuh untuk momong Ziva. Terus kalau saya kerja siapa yang jagain Ziva di rumah? Ayahnya dong. Iya ayahnya. Kan suami yang sehari-hari stand by di rumah.

Sebelum berangkat kerja saya menyempatkan untuk masak sendiri MPASI Ziva (ketika Ziva sudah mulai makan), pumping (kalo sempet), nyuapin sarapan, mandiin, nenenin Ziva. Ketika saya berangkat kerja sampai sore, Ziva ya di rumah dengan ayahnya. Makan siang ya disuapin ayahnya, kalau popok sudah penuh dengan pipis atau Ziva bab yang bersihin dan gantiin popok ya ayahnya. Menghangatkan ASIP dan megangin dot isi ASIP untuk Ziva ya ayahnya. Ziva rewel, nangis, yang gendong ya ayahnya. Siang-siang Ziva nggak mau tidur malah maunya main ya main dengan ayahnya. Ziva belajar naik turun tempat tidur yang ngajarin ya ayahnya. Ziva belajar jalan sehari-hari ya dengan ayahnya, kalau dengan saya paling pas weekend doang. Karena sehari-hari Ziva lebih sering bersama ayahnya, Ziva jadi dekat dengan ayahnya. Makan kalau disuapin suami bisa habis, tapi kalo saya yang nyuapin lama, pake drama kadang nggak selalu habis.

Waktu Ziva masih usia di bawah 10 bulan, biasanya setelah nenen pagi Ziva langsung tidur. Jadi Ziva dijagain ayahnya, saya berangkat ke kantor naik ojek. Kalau sore suami mau jemput saya, Ziva dititipin di tetangga. Kami biasanya manggilnya bude. Jadi Ziva mandi dan makan sore di rumah bude. Pernah bude lagi sakit, jadi ya seharian Ziva di rumah dengan ayah, mandi dan makan sore dengan ayah, sementara saya berangkat dan pulang kerja naik ojek. Kalau suami harus tugas ke luar kota, ya seharian Ziva dititipin di rumah bude beserta stok ASIP dan makanannya. Sedangkan diapers, pakaian, minyak telon, bedak, sabun mandi dan shampo, sudah saya stok di rumah bude. 

Menjelang Ziva umur setahun, tiba-tiba saja mamah bilang kalo ada yang mau kerja, orang Pangandaran. Si mamah nelepon pas siang-siang saya lagi di kantor, sementara suami lagi ke luar kota. Sudah gitu sambil bilang keputusannya harus siang itu juga karena kalo nggak, orangnya oleh tante saya mau dibawa ke Cibinong, untuk jadi ART di rumah sepupu mamah saya. Galau dong saya. WA ke suami, balasnya lama. Sementara mamah neleponin melulu. Saya bilang ke mamah minta fotonya dulu. Pas sudah dikirim fotonya, foto tersebut saya kirim ke suami 😀 Ujung-ujungnya suami bilang terserah. Akhirnya saya OK-in deh itu tawaran ART dari mamah. Waktu itu kalo nggak salah hari Rabu. Kamis si ibunya diantar tante saya ke Bandung untuk diserahterimakan ke mamah saya. Jumat diantar ke Cikarang. Alhamdulillah sampai sekarang si bibik masih kerja di tempat saya. Walaupun masih harus ada koreksi di sana sini kalo urusan kerjaan rumah. Karena ada si bibik yang dari Pangandaran ini, terpaksa deh si bibik yang dulu datang untuk beres-beres rumah saya berhentikan.

Nah, dengan kondisi suami yang SAHD/ WAHD, suami kerja dari rumah sambil mengawasi gimana si bibik yang baru ini momong Ziva. Jadi saya nggak terlalu khawatir ninggalin Ziva di rumah. So far dengan kondisi begini, Ziva jadi lebih dekat dengan ayahnya. Mungkin ya karena waktu bersama ayahnya lebih banyak ketimbang dengan saya yang kerja kantoran Senin-Jumat jam 08.30-17.30. Malah kadang-kadang saya pulang malam. Saking dekatnya Ziva dengan ayahnya, tiap hari yang dipanggil ayah, ayah, ayah terus tanpa disuruh. Jarang banget manggil ibu, manggil ibu kalo disuruh doang -__- Kalo saya dan suami sedang makan di meja makan, biasanya Ziva saya kasih cemilan supaya nggak ngerecokin ayah ibunya yang mau makan. Lah bocahnya bukannya nyamperin ibunya, malah nyamperin ayahnya minta dipangku terus nunjuk-nunjuk minta disuapin makan 😀

Menurut saya, nggak ada yang salah dengan kondisi suami bekerja dari rumah, sedangkan istri kerja kantoran. Lagi pula menjemput rezeki untuk menafkahi keluarga itu nggak melulu harus dari kerja kantoran dari pagi sampai sore kan? Kalau sekarang jalan hidup keluarga kecil kami harus seperti yang saat ini berjalan ya dijalani dan bersyukur saja. Ambil sisi positifnya saja.

Kalau masih ada yang nyinyir dengan menjelek-jelekan ibu bekerja di luar rumah ya anggap angin lalu aja lah. Life must go on. Toh di dunia ini bukan saya doang yang profesinya merangkap ibu rumah tangga sekaligus ibu bekerja. Semangat!!! 😀

Salam,

signature citandy

 

 

Tentang Stay At Home Dad/ Working At Home Dad

14 thoughts on “Tentang Stay At Home Dad/ Working At Home Dad

  1. haii mbak,,, setuju gak ada yang salah dengan ayah yang dirumah,,malah bagus karena anak tetap diawasi oleh orang tua…
    anak perempuan kan emang lebih dekat ke bapak ketimbang ibu,,
    kalau ada yang nyinyir cuekin aja mbak,,biasalah orang kita ,,bisanya comment,,

  2. Waaa saya banyak kenal kok sama temen temen cowo IT yang kerja dari rumah 😀

    mereka momong anak juga dan kayaknya biasa aja hehehe (buat saya)

    mungkin karena jarang kali yaa ^^

    1. iya mbak, kalo di lingkungan sekitar saya masih jarang, jadi kayaknya orang-orang belum biasa dan jadi suka kepo 😀

  3. Wow Mbak..pertama saya liat link yang Mbak share saya langsung ngerasa kenal sama sang Ayah Ziva. Hihi…Mbak istrinya Mas Andy yah..? Salam yaaah buat Mas Andy ^^ Saya temen kantornya yg dulu waktu Mas Andy masih kerja jd kepala IT di Bdg ^^ Ternyata kita sesama KEB. Salam kenal,Mbak 🙂

  4. Suamiku juga kerja dari rumah. Ke kantor kalo ada meeting atau keluar kota beberapa hari, tapi kebanyakan ya kerjanya dari rumah. Enak banget, mbak, anak-anak jadi deket sama ayahnya karena lebih sering ketemu daripada waktu kerja kantoran dulu. Pekerjaan rumah juga jadi dibagi berdua 😀

    1. tos mbak Sary 🙂 suami juga gitu, sehari-hari kerja dari rumah, sekalinya keluar kota bisa 2 hari s/d 2 minggu 😀 iya anakku juga jadi deket sama ayahnya

  5. Kalau dengerin kata orang pasti capek hati sendiri, mbak. Yang penting mbak, suami dan anak hepi ngejalaninnya. Semangat yaaa.

Leave a Reply to CitaCancel reply

Scroll to top
%d bloggers like this: