Lebih dari Sekedar Cantik : Nusa Tenggara Timur (6)

Hari ke-6 (Pulau Rinca-Pantai Merah-Pulau Komodo) – Pukul tujuh pagi kami pun turun ke dermaga Loh Buaya. Baru saja menginjakkan kaki di dermaga, sejurus mata menangkap sebuah pergerakan di dekat gerbang selamat datang. Ternyata seekor komodo menyambut kedatangan kami. Beruntung ada seorang jagawana yang menemani kami, sehingga kami bisa melintasi gerbang dengan selamat. Selama berada di Pulau Rinca juga di Pulau Komodo, pengunjung harus selalu ditemani oleh jagawana. Bisa dibilang, jagawana adalah seorang “ksatria” yang tinggal di pulau yang bertugas menemani pengunjung. Layaknya seorang “ksatria”, jagawana melengkapi dirinya dengan sebuah senjata. Senjata itu berupa sebatang kayu bercabang dua di ujungnya, fungsinya tentu saja untuk menghalau komodo bila tiba-tiba terjadi serangan.


83a

Sebelum melakukan trekking, pengunjung terlebih dahulu harus mengurus perizinan di kantor pengelola Taman Nasional Komodo. Di kantor pengelola, kita mengisi buku tamu kemudian melakukan pembayaran untuk karcis masuk pengunjung sebesar dua ribu lima ratus rupiah per orang, karcis pengambilan foto lima ribu rupiah per kamera, karcis masuk kapal lima puluh ribu per kapal dan jasa jagawana lima puluh ribu rupiah per jagawana. Bila sudah mengurus perizinan di Pulau Rinca, maka bila kita berkunjung ke Pulau Komodo pada hari yang sama tidak perlu lagi membayar biaya karcis masuk, karcis pengambilan foto dan karcis masuk kapal. Kita hanya perlu melapor dan membayar jasa jagawana sebesar lima puluh ribu rupiah. Hal ini berlaku sama apabila kita datang terlebih dahulu ke Pulau Komodo kemudian ke Pulau Rinca. Cukup mudah dan terjangkau bukan? Oiya, harga karcis yang saya sebutkan di atas itu pada saat saya berkunjung ke sana tahun 2012, kalau sekarang saya tidak tahu berapa harga karcisnya.

Ukuran Pulau Rinca tidak seluas Pulau Komodo, sehingga peluang pengunjung bertemu sang naga purba yang menurut penelitian sudah hidup sejak ratusan tahun lalu ini lebih besar. Malah di Pulau Rinca, ora (ora adalah sebutan masyarakat di Pulau Komodo dan sekitarnya untuk komodo) sering terlihat berkeliaran di sekitar rumah-rumah panggung yang dijadikan sebagai kantor, asrama para jagawana, dapur dan tempat menjual souvenir. Cukup seram juga melihat hewan yang sesekali menjulurkan lidah berbentuk V-nya itu berkeliaran, mengingat di dalam mulut sang kadal raksasa ini mengandung sekitar 60 bakteri sehingga kalau kita digigit ancamannya adalah kematian.

Selain menemani pengunjung trekking menyusuri Pulau Rinca, jagawana juga berkewajiban memberikan penjelasan kepada pengunjung mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan pengunjung selama berada di Pulau Rinca. Hal-hal terlarang itu antara lain dilarang merokok, dilarang membuang sampah sembarangan, selama trekking jangan memisahkan diri dari rombongan keluar dari jalur trekking, bila bertemu dengan komodo pada saat trekking jangan lari karena berpotensi komodo akan menyerang dan dilarang berisik. Bagi pengunjung wanita yang sedang haid dilarang untuk ikut turun ke pulau, karena komodo sangat sensitif terhadap bau darah. Jangan sampai kita berbohong mengatakan sedang tidak haid padahal sedang haid, akibatnya bisa fatal. Komodo bisa mencium bau darah dari radius 9 sampai 11 kilometer.

Setelah berfoto dengan jarak yang cukup dekat dari komodo, kami pun mulai menaiki bukit yang menjadi jalur trekking. Ngeri-ngeri sedap plus deg-degan lah foto deket-deketan bareng komodo 😀

83 84 85 86 87 89 90 91 92Dari bukit itu, sejauh mata memandang adalah sabana dengan kontur bukit yang menarik dan juga laut yang membiru. Selama trekking, kami sempat bertemu dengan satu ekor komodo dewasa dengan posisi kami berada di belakang sang komodo.

100 101Kami juga ke lokasi sarang komodo. Di sarang inilah biasanya tersimpan telur-telur komodo yang nantinya akan menetas menjadi anak komodo. Sekali bertelur biasanya akan menghasilkan 15-30 butir. Tapi hanya 3-4 ekor anak komodo yang biasanya mampu bertahan hidup.

Anak komodo yang bertahan hidup akan tinggal di atas pohon untuk menghindari kanibalisme dari komodo dewasa termasuk induknya sendiri. Selama 3 tahun di atas pohon, anak komodo mengkonsumsi serangga sebagai makanannya. Setelah lewat masa 3 tahun, anak komodo akan hidup di habitat seperti komodo dewasa karena sudah mulai mengkonsumsi daging sebagai makanannya.

Selain komodo, di Pulau Rinca juga hidup kerbau liar, rusa, kuda liar dan kera. Hewan-hewan inilah yang menjadi makanan bagi komodo. Komodo hanya makan satu kali dalam satu bulan. Setelah makan, komodo harus berjemur untuk melancarkan proses pencernaannya, karena bila tidak, makanan akan membusuk dan justru akan meracuni dirinya sendiri.

Pada saat kami berkunjung ke Pulau Rinca, hanya rombongan kami yang orang Indonesia. Sisanya adalah rombongan turis-turis asing. Kalau sekarang sih mungkin sudah banyak ya wisatawan domestik yang berkunjung ke sana.

Mengunjungi pantai yang pasirnya berwarna putih atau coklat itu sudah biasa. Penasaran dengan pantai yang pasirnya berwarna kemerahan? Datanglah ke Pantai Merah. Pantai Merah adalah bagian dari Pulau Komodo namun berada di sisi yang berbeda dengan Loh Liang, gerbang masuk untuk melakukan trekking. Kita bisa melakukan kegiatan snorkeling atau hanya sekedar bermain pasir di pantai ini.

Pantai istimewa ini bernama Pantai Merah atau Pink Beach karena memang pasirnya bukan berwarna putih tapi bersemu-semu merah. Serpihan karang yang berwarna merah dan cangkang hewan laut yang berwarna merah muda yang menyebabkan warna pasir di pantai ini berbeda dari pantai pada umumnya.

Dari jauh, hamparan gradasi warna air laut mulai dari biru tua, biru muda sampai biru toska memanggil kami untuk ikut merasakan keindahannya. Bukit menghijau yang tersaji pun begitu menyejukkan. Tak hanya pemandangan di atas lautnya yang indah, pemandangan bawah laut perairan di sekitar Taman Nasional Komodo pun tak kalah menakjubkan. Pemandangan bawah laut yang indah ini sudah terkenal di kalangan penyelam dalam negeri maupun mancanegara. Suguhan soft coral berbagai bentuk dan ikan-ikan beraneka warna sangat memanjakan mata.

105

117 118 120 122 123 124 125 128 129 131Puas menikmati Pantai Merah, kami menuju Loh Liang, Pulau Komodo untuk melihat populasi komodo di sana sekaligus trekking sore. Loh Liang sendiri merupakan pintu masuk bila kita ingin trekking di Pulau Komodo. Perlu waktu sekitar satu jam dari Pantai Merah menuju Loh Liang.

Di Pulau Komodo tersedia pilihan trekking, ada short trail, medium trail, long trial bahkan adventure (trekking sepanjang 8 km sampai ke Gunung Ara). Karena sudah cukup lelah, kami pun memilih medium trail. Menurut cerita jagawana, komodo terbesar di Pulau Komodo yang pernah ditemukan adalah panjangnya lebih dari 3 meter dengan berat sekitar  90 kg. Di Pulau Komodo tak lupa kami juga berfoto bersama komodo yang sedang asyik bersantai, tapi tetap saja kami harus waspada karena karakter hewan ini tidak bisa ditebak.

Selain sebagai habitat komodo, di pulau ini terdapat populasi burung kakaktua. Ada sebuah bukit untuk mengamati burung kakaktua bernama Sulphurea Hill. Saya pikir tadinya tempat bernama Sulphurea Hill ini semacam bukit yang ada sumber mata air panas bercampur belerang. Soalnya ada kata sulphur, ternyata Sulphurea itu nama pendek dari Cacatua Sulphurea alias burung kakatua kecil jambul kuning *LOL*

Rencana semula, selesai trekking di Pulau Komodo kami hendak bermalam di perairan dekat Pulau Gili Laba, tapi karena arus sudah kencang, akhirnya kami bermalam di dekat dermaga Pulau Komodo.

135 136 142 141139 138 IMG_2730137

(bersambung)

Salam,

signature citandy

 

Lebih dari Sekedar Cantik : Nusa Tenggara Timur (6)

Leave a Reply

Scroll to top
%d bloggers like this: